Jumat, 02 Desember 2011

Filsafat Sebagai Pengukuh Kehidupan Beragama

          Manusia pada dasarnya adalah mahluk yang dipenuhi rasa ingin tahu pada setiap hal yang ada. Manusia senantiasa bertanya- tanya tentang berbagai hal yang ada di sekelilingnya. Mengapa ini bisa terjadi? Kenapa harus terjadi? Bisakah bila tidak terjadi? Pertanyaan- pertanyaan bernada seperti itu selalu muncul disetiap harinya. Hal itu amatlah wajar mengingat Tuhan Yang Maha Esa memang menganugerahkan akal pikiran pada manusia. Sehingga manusia mampu berpikir kritis sekaligus dapat mengolah data di sekelilingnya untuk menemukan jawaban yang bisa diterima oleh nalar.
Karena itu tidak heran jika ilmu yang pertama kali ditemukan di dunia adalah ilmu filsafat, ilmu yang didasari oleh rasa ingin tahu manusia terhadap rahasia kehidupan dalam berbagai aspek. Filsafat adalah induk dari semua cabang ilmu yang sekarang kita kenal sayangnya ilmu filsafat juga adalah ilmu yang sering kali berbenturan dengan hal lain yang juga menjadi kebutuhan dasar manusia yakni agama. Sejarah mencatat bahwa sejak berabad- abad lalu benturan antara  kaum filsuf dan kaum religius banyak terjadi karena perbedaan prinsip.
Perbedaan Mendasar Antara Filsafat dan Agama
            Perbedaan pertama antara filsafat dan agama adalah sumbernya. Karena filsafat terlahir dari sifat keingintahuan manusia yang sangat besar. Sedangkan agama adalah ilmu yang bagi kebanyakan orang dianggap sebagai ilmu yang diturunkan langsung dari Tuhan kepada umat manusia melalui orang- orang suci seperti nabi. Perbedaan agama dan filsafat lainnya adalah cangkupan agama lebih luas jika dibandingkan filsafat. Karena  selain dikenal sebagai ilmu, agama juga merupakan sebuah prinsip hidup.
            Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa manusia adalah mahluk spiritual disamping mahluk yang berakal, sehingga membuat posisi agama menjadi sangat istimewa  bagi sebagian besar manusia. Sehingga  seringkali agama dijadikan acuan untuk menjawab keheranan manusia pada fenomena yang terjadi seperti kesengsaraan. Selain itu agamapun menjadi acuan atau parameter bagi kehidupan manusia sehari- hari. Singkatnya agama selain sebagai sebuah ilmu juga menjadi pedoma bagi manusia dalam menjalani kehidupan, sehingga manusia senantiasa terlingkupi perasaan aman.
Pertentangan Antara Filsuf dan Kaum Religius
            Keberadaan agama yang menjadi  pedoma utama bagi kebanyakan manusia seperti kaum religius mengundang kritik dari kaum filsuf yang mengangap bahwa agama telah mengkorupsi anugrah akal pikiran yang dimiliki manusia. Sebab agama sering kali hanya diubah menjadi alat penyampai doktrin- doktrin pada khalayak umum. Bahwa citra agama tak jarang dikaitkan sebagai pembawa kebenaran mutlak yang tidak dapat digali lebih lanjut atau dikritisi. Hal yang terakhir ini jelas sangat bertentangan dengan prinsip filsafat yang selalu bertanya- tanya tentang semua hal.
            Di sisi lain keberadaan kaum filsuf yang kelihatannya selalu meragukan segala sesuatunya (termasuk agama) juga membuat kaum religius merasa tak nyaman. Karena kaum filsuf tak jarang meragukan ajaran agama dan mengkritisi ritual atau ajaran agama. Kaum filsuf juga tak jarang mempertanyakan pertanyaan- pertanyaan ‘menyentil’ seperti “Kenapa manusia perlu beragama?” “Apakah kesengsaraan terjadi karena kehendak Tuhan?” Dan masih banyak lagi pertanyaan- pertanyaan senada seperti itu. Sehingga beberapa pihak dari kaum religius garis keras kemudian melayangkan tuduhan bahwa para filsuf tengah mencoba mengerogoti agama.
Filsafat Sebagai Pengukuh Kehidupan Beragama
            Sejarah pernah mencatat bahwa pertentangan antara kaum filsuf dan religius pernah menelan korban nyawa. Beberapa filsuf di abad pertengahan dan Reinanse seperti Boethius (525) tercatat berakhir hidupnya di tiang gantungan karena dianggap menentang ajaran agama oleh pihak gereja. Sebagian lagi menjadi korban masyarakat karena keberadaannya ditolak, seperti Kierkegaard yang diberi label sebagai orang yang murtad dan berbahaya.
            Seharusnya  kejadian seperti itu tidak usah terulang lagi. Karena pada dasarnya filsafat  yang merupakan ilmu yanf mencari kebenaran dari seluruh kenyataan (Fickte,1814) bukanlah sebuah ancaman bagi agama, begitu pula sebaliknya agama bukanlah ancaman yang dapat  melumpuhkan akal manusia. Karena pada dasarnya Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan akal pikiran pada manusia bukan tanpa tujuan. Contohnya dalam Islam, Allah SWT menyuruh manusia untuk selalu berpikir sesuai dengan  surat Al- Nahl ayat 12 yaitu “Dan Ia memudahkan bagi kamu malam dan siang, dan matahari serta bulan; dan bintang-bintang dimudahkan dengan perintah-Nya untuk keperluan-keperluan kamu. Sesungguhnya yang demikian itu mengandung tanda-tanda (yang membuktikan kebijaksanaan Allah) bagi kaum yang mau menggunakan akal.” Yang perlu kita garis bawahi disini adalah Allah meminta manusia untuk selalu menggunakan akalnya (berpikir)
            Karena itu menurut pendapat penulis, agama bukanlah sebuah doktrin berbahaya. Sebaliknya agama adalah sebuah hadiah dari Tuhan Yang Maha Esa bagi umat manusia. Agama adalah sebuah alat bantu bagi manusia untuk memahami fenomena yang ada disekelilingnya. Agama juga tidak sama seperti peraturan sekolah yang hanya berisi sejumlah larangan. Agama adalah campuran antara pengetahuan dan seni yang indah.
Dan untuk memahaminya (yang biasanya dilakukan melalui menelaah kitab suci) tidak boleh dengan cara  langsung menterjemahkan secara literal. Memahami agama memerlukan pemikiran dan penafsiran, dengan kata lain untuk memahami agama kita perlu berfilsafat terlebih dahulu agar kita dapat  mendapatkan pengertian yang lebih dalam. Karena itu seharusnya pertentangan antara filsafat dan agama tidak harus terjadi.
            Biarkahlah kaum filsuf mengekplorasi berbagai hal yang menggelitik mereka, biarkan kaum filsuf mengembangakan rasa ingin tahu mereka seperti anak kecil yang selalu mau tahu. Tugas bagi kaum religius nantinya adalah menjadi rekan seperjuangan kaum filsuf untuk saling mengingatkan dan bertukar pikiran. Karena rasa ingin tahu tidak akan mematikan imam seseorang. Sebaliknya rasa ingin tahu akan membuat manusia makin percaya  pada keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Sebab kebenaran sejati akan tetap menjadi sebuah kebenaran sejati meski kita jungkir balikan.          
Referensi:
Sumedi, P & Mustakim., Pengertian filsafat., diambil dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/08/pengertian-filsafat/ pada November 28, 2011 09:20

0 komentar:

Posting Komentar